Minggu, 14 Oktober 2018

Budaya di lingkungan


1. Mager alias males.
Kebanyakan orang Indonesia memilih tidur dan bermalas-malasan di waktu luang mereka. Bahkan, saat ada tugas atau pekerjaan, mereka akan mengatakan "males ah, entar aja". Pada saat mendekati deadline, baru deh pusing dan kelimpungan sendiri gara-gara kerjaan yang numpuk. Kalo udah gini, mau nyalahin siapa?
Cara mengatasinya:
1. Rajin olahraga
2. hindari kebiasaan menyuruh orang, selama masih bisa dikerjakan sendiri.
3. Perbanyaklah bersyukur bahwa hari ini kalian masih dapat free 24 jam (lagi), free oksigen (lagi), free tertawa dan yang pasti free ribuan sel yang menopang tubuhmu serta memastikan semuanya bekerja dengan baik untuk kamu, Selalu bersyukur, ya!

2. Suka ngomongin orang alias menggosip.
Berkumpul bersama teman, tapi bukan dihabiskan untuk sharing tentang pekerjaan atau hal positif lainnya. Ini salah satu kebiasaan buruk yang ada di masyarakat kita, yaitu membicarakan orang lain. Jika membicarakan prestasi orang lain tentu tidak masalah karena mungkin bisa memotivasi kita. Parahnya adalah justru mereka akan membicarakan hal bodoh, kekurangan orang lain, atau bahkan aib orang lain. 
Cara mengatasinya:
1. Jadilah “Orang yang Egois & Enggak Peduli Urusan Orang Lain”
2. Beri pujian terhadap orang yang sedang Jadi Bahan Gosip
3. Ubah topik pembicaraann ke yang lebih positif
4. Hindari rasa penasaran berlebihan
5. kabur
3. Main Hakim sendiri
Main hakim sendiri, seolah akhir-akhir ini telinga kita sudah seringkali mendengar hal tersebut. Kebiasaan main hakim sendiri telah ada sejak dahulu, dan berkembang semenjak adanya gerakan reformasi. Di mana semua orang memiliki keberanian dan kebebasan dalam berbicara, bertindak, dan sebagainya, yang kemudian menumbuhkan “kekuasaan".
Kekuasaan tersebut biasanya diperankan secara berkelompok. Satu orang mempengaruhi orang lain hingga banyak orang yang terpengaruh untuk melakukan main hakim sendiri. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat kita masih memiliki “mental kelompok”, hanya berani bertindak bila dilakukan berkelompok. 
Cara mengatasinya:
Untuk mengantisipasi kejadian main hakim sendiri terulang, harus ada kerjasama antara tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintah, kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lainnya. Tokoh-tokoh tersebut harus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa tindakan main hakim sendiri dalam hal apapun tidak diperbolehkan.
Selain itu, pemerintah, pihak kepolisian diharapkan memupuk kepercayaan dari masyarakat. Sehingga apabila ada kejadian yang berpotensi terjadi kerusuhan, seperti tertangkapnya pencuri, masyarakat dengan kesadaran sendiri bisa menyerahkannya kepada yang berwajib. Hal ini terjadi apabila rasa saling percaya terjalin antara pihak berwajib dan masyarakat.

4. Tidak mau antre
Kebiasaan ini perlahan tapi pasti mulai ditinggalkan. Namun, masih saja ada beberapa orang yang melakukan hal ini dengan alasan terburu-buru dengan pekerjaan lain. Tentu setiap orang memiliki kesibukan masing-masing dan menerobos antrian bukan suatu cara yang dapat diterima oleh siapapun, bukan?
Cara mengatasinya:
1. Menanamkan pada diri sendiri untuk dapat saling menghargai hak milik orang lain agar tercipta keharmonisan di masyrakat.
2.  Menanamkan pada diri sendiri untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku di masyrakat agar tercipta ketertiban dan keamanan di masyrakat. Yang dari situ akan menimbulkan sifat kedisiplinan dan keteraturan. 
3.  Menempatkan diri sendiri diposisi orang lain jika kita mencoba untuk menyerobot suatu antrian.

5. Tidak menggunakan helm saat naik motor.
Kebiasaan yang membahayakan ini masih saja dianggap remeh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal faktor keselamatan adalah yang paling utama saat berkendara di jalan. Jangan sampai kita menyesal saat kita mengalami hal yang tidak diinginkan di jalan hanya karena tidak memakai helm di jalan ya.
Cara mengatasinya:
Bagaimanapun, penggunaan helm adalah wajib bagi para pengendara kendaraan roda dua, karena alasan keselamatan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dalam kondisi masyarakat yang seringkali menganggap peraturan adalah untuk dilanggar, adanya ketegasan penerapan hukum oleh petugas adalah mutlak dilakukan, tentu diikuti dengan konsistensi penerapannya.
Di sisi lain, diperlukan kesadaran setiap pengendara untuk menaati peraturan yang berlaku, apalagi disadari perilaku itu akan sangat mudah menular kepada pengguna lainnya. Alangkah indahnya apabila kita ikut menularkan perilaku baik di jalan, dan bukannya ikut menyebarkan perilaku buruk yang begitu mudah menyebar seperti virus. Mari kita lebih bertanggung jawab dalam berkendara, cukup dengan satu langkah mudah: mengenakan helm ketika berkendara. Semua tentu bisa.

sumber: https://www.idntimes.com/life/inspiration/luthfan/10-kebiasaan-orang-indonesia-yang-harus-segera-ditinggalkan/full

Tidak ada komentar:

Posting Komentar